KerajaanBanten atau Kesultanan Banten adalah suatu kerajaan islam yang pernah berdiri di Tatar Pasundan, Provinsi Banten. Ini berawal sekitar tahun 1526, saat kesultanan Cirebon dan kesultanan Demak memperluas pengaruhnya ke kawasan pesisir barat Pulau Jawa, dengan menaklukan beberapa kawasan pelabuhan lalu menjadikannya sebagai pangkalan militer serta kawasan perdagangan sebagai antisipasi
24 Kehidupan Politik. a. Raden Wijaya (1293-1309 M) Gajah Mada menemui kegagalan, karena dengan adanya Peristiwa Bubat belum berarti Pajajaran sudah menjadi wilayah Kerajaan Majapahit. Bahkan Kerajaan Pajajaran terus berkembang secara terpisah dari Majapahit.
KehidupanPolitik. Kerajaan Pajajaran terletak di Jawa Barat, yang berkembang pada abad ke 8-16. Raja-raja yang pernah memerintah Kerajaan Pajajaran, antara lain : • Sri Baduga Maharaja (1482 - 1521), bertahta di Pakuan (Bogor sekarang) • Surawisesa (1521 - 1535), bertahta di Pakuan. • Ratu Dewata (1535 - 1543), bertahta di Pakuan.
Batudengan ukran 200 x 160 x 20 cm itu diboyong ke Banten karena tradisi politik, hal ini bertujuan suapaya raja Pakuan Pajaran tidak bisa dinobatkan lagi menjadi Raja baru. Kehidupan Agama Kerajaan Pajajaran Agama yang tumbuh dan berkembang pada masa kerajaan pajajaran adalah agama Hindu, Budha, Sunda Wiwitan. Sedangkan agama Islam baru
KerajaanPajajaran Pajajaran merupakan sebutan lain untuk Kerajaan dari suku Sunda dimana kerajaan ini berada di Parahyangan Sunda Pakuan dan beribukota di wilayah Bogor. Masih sedikit sumber sejarah yang bisa menjelaskan secara detail atau lengkap mengenai gambaran kehidupan politik Kerajaan Pajajaran.
KerajaanMataram Kuno: Letak, Kehidupan, Peninggalan dan Rajanya. Rabu, 1 September 2021 - 09:53 WIB. Oleh : Dedi. Candi Plaosan di Prambanan, Klaten, Jawa Tengah. Sumber : ANTARA/Aloysius Jarot Nugroho. VIVA - Kerajaan Mataram Kuno merupakan kerajaan Hindu-Buddha yang ada di Indonesia. Kerajaan ini berdiri pada awal abad ke-8 Masehi.
Denganini kerajaan Pajajaran bertempat di Pakuan Pajajaran dengan tahun berdiri mulai 1030-1579 M. Prabu Siliwangi menerapkan asas Egalitarianisme yang berarti menerapkan kesetaraan dalam kehidupan sosial. 2. Surawisesa (1521 - 1535 M) Beliau tidak terlalu memahami istilah politik maupun kepemimpinan. Beliau lebih taat dalam beragama.
KehidupanPolitik. Sultan pertama Kerajaan Banten ini adalah Sultan Hasanuddin yang memerintah tahun 1522-1570. Ia adalah putra Fatahillah, seorang panglima tentara Demak yang pernah diutus oleh Sultan Trenggana menguasai bandarbandar di Jawa Barat. Akibatnya pendukung setia Kerajaan Pajajaran menyingkir ke pedalaman, yaitu daerah Banten
pXiK. Asal usul dan Sejarah Singkat Kerajaan Pajajaran Kerajaan Pajajaran dijalankan dalam pemerintahan di era Hindu-Budha. Keberadaannya banyak diceritakan kembali dalam sebuah naskah kuno. Banyak yang menyebutnya sebagai Negeri Sunda atau Pasundan karena letak Ibu Kotanya yang berada di Bogor. Beberapa menyebutnya dengan Pakuan Pajajaran, yang mana terdapat beberapa arti yang menjelaskan maksud penamaan tersebut. Pada sebuah Naskah Wara Guru dijelaskan bahwa Pakuan padjajaran disandarkan atas dasar keadaan tempat yang banyak dijumpai pohon Pakujajar. Beberapa sumber lain juga menegaskan bahwa sebutan tersebut ada kaitannya dengan keberadaan tumbuhan paku yang banyak tumbuh di sekitarnya. Dengan pemaknaan utuh berarti pohon paku yang berjajar. Sedangkan sumber lain yang dituliskan oleh Rouffer dalam sebuah buku Ecyclopedie van Niederlandsh Indie edisi stibe, bahwa penamaannya disandarkan pada lambang dari pribadi raja yang memimpin pada saat itu. Dikatakan bahwa Hal ini i juga dapat diartikan bahwa Kerajaan Pajajaran dapat berdiri sejajar dengan Majapahit, kerajaan terbesar saat itu. Dalam sejarah berdirinya terdapat kerajaan terdahulu yang menjadi cikal bakal terbentuknya yaitu Tarumanegara, kerajaan Sunda, Kawali dan juga Galuh. Dikatakan bahwa pemerintahan yang berlangsung merupakan lanjutan dari kekuasaan sebelumnya. Berbagai jejak sejarah lainnya bisa ditemukan dalam peninggalan prasasti terkait ataupun naskah kuno yang ada. Secara geografis letak Kerajaan Pajajaran berada di wilayah Jawa Barat dengan Bogor sebagai ibu kotanya. Sebelumnya diketahui bahwa tempat berdirinya adalah lokasi dari ibu kota kerajaan Sunda yang sempat memerintah. Sekitar tahun 923-1579 Masehi diketahui sebagai masa pembangunannya. Sebelumnya diketahui sebagai bekas wilayah administratif di bawah kekuasaan Tarumanegara. Pendirinya bernama Tarusbawa, dimana merupakan menantu dari Raja Tarumanegara. Pendiriannya diinisiasi karena adanya pemberontakan penguasa Kerajaan Galu yang memutuskan untuk berpisah dan membentuk pemerintahannya sendiri. Sedangkan untuk wilayah kekuasaannya pada saat itu meliputi beberapa daerah di Jawa Tengah , Jakarta, dan juga Jawa Barat. Kehidupan Kerajaan Pajajaran 1. Kehidupan Politik Kerajaan Pajajaran Pada masa pemerintahan Kerajaan Pajajaran sistem politik yang digunakan adalah feudal. Dimana susunannya terdiri atas puncak tertinggi dipegang oleh seorang dengan gelar Prabu atau raja. Kemudian di posisi kedua diduduki oleh seorang yang bergelar Putra Mahkota. Sedangkan pada lapisan politik pemerintahan selanjutnya ditempati oleh golongan mangkubumi, disusul mantra, Wado, dan Syahbandar. Pada proses pengelolaan dan pengaturan pemerintahannya dilakukan dengan penunjukkan seorang kepala daerah oleh Raja yang berkuasa pada saat itu. Dimana tugasnya yaitu mengurusi segala keperluan dan juga kendala yang terjadi pada tataran daerah-daerah di bawah kekuasaannya. Pertanggungjawaban akan kinerja dari kepala daerah yang telah ditunjuk disampaikan kepada golongan Mangkubumi serta Raja. 2. Kehidupan Ekonomi Kerajaan Pajajaran Kehidupan ekonomi pada zaman tersebut bergantung pada kegiatan agrarisnya. Kondisi tersebut didasarkan pada keadaan wilayah di sekitar kerajaan yang memiliki karakteristik dari tanah-tanah subur dan cocok untuk aktivitas pertanian serta peternakan. Namun, sebagian wilayahnya yang terletak di daerah pesisir memiliki kecenderungan berbeda dari wilayah sebelumnya yaitu lebih kepada sektor maritimnya serta beberapa sektor perdagangannya. Jual beli barang dilakukan dengan pulau-pulau terdekat dengan area tersebut untuk menyokong kehidupan ekonominya. Begitulah gambaran dari perekonomian pada masa Kerajaan Pajajaran. 3. Kehidupan Sosial Kerajaan Pajajaran Sedangkan gambaran sosial kehidupan pada masa itu ditandai dengan adanya suatu sistem pelapisan masyarakat melalui fungsi dasar dari suatu kelompok tersebut. Dimana yang dimaksudkan dalam hal ini adalah lebih cenderung pada profesi utama yang dimiliki oleh kalangan tersebut dalam pemenuhan kebutuhannya. Sehingga bisa diklasifikasikan menjadi kelompok Pahuma yaitu orang yang menjadi seorang petani di ladang milik pribadinya. Kemudian ada Palika yang merupakan lapisan masyarakat dengan profesi atau fungsi sosial sebagai seorang nelayan. Marangguy, status atau sebutan yang diberikan untuk pengukir, sedangkan masih banyak lagi lainnya seperti prajurit dan juga pandita yaitu seorang pemuka agama. 4. Kehidupan Agama Kerajaan Pajajaran Agama secara umum yang dianut pada masa kerajaan ini adalah Hindu Saiwa, dimana di dalamnya terdapat penganut utama yaitu Raja-Raja. Dewa yang dipercaya sebagai Tuhan dan disembah pada kepercayaan ini adalah Siwa dengan penempatan paling tinggi. Rekam jejak akan aktivitas keagamaan terkait telah terbaca dalam sebuah prasasti peninggalannya yaitu Kawali, dan Sahyang Tapak. Selain Hindu saiwa juga terdapat juga terdapat agama Hindu Waismawa dan juga Budha. Dimana ketiganya berjalan beriringan. Raja sebagai penganut Hindu Saiwa tetap memberikan ruang untuk menjalankan kehidupan dan kepercayaan yang dianut oleh masyarakatnya yang berbeda kepercayaan. Sikap toleransi yang ditanamkan atas perbedaan tersebut dijunjung tinggi dalam penerapannya. 5. Kehidupan Budaya Kerajaan Pajajaran Terkait dengan kehidupan budayanya tentunya sangat dipengaruhi oleh kepercayaan yang dianut oleh raja dan masyarakatnya secara mayoritas yaitu Hindu. Setiap aspek kehidupannya selalu tidak pernah terlepas dari nilai-nilai yang dalam ajaran agama tersebut. Sistem sosial dan juga perkembangan kebudayaan yang adapun tak luput dari keberadaannya. Mulai dari bahasa, tulisan, hingga beberapa bentuk peninggalan lainnya, terlihat dengan jelas menonjolkan setiap nilai yang ada di agama Hindu. Kitab-kitab yang ditinggalkannya seperti Sangyang Siskanda, Carita Parahyangan, dan juga beberapa kerajinan tangan yang dimilikinya. Tentu hal ini menjadi satu gambaran besar akan kebudayaan yang berkembang pada masa itu. Sejarah Kerajaan Mataram Kuno Sejarah Kerajaan Kutai Sejarah Kerajaan Siak Sistem dan Perkembangan Pemerintah Kerajaan Pajajaran Sebagaimana sistem politk Feodal yang diterapkannya, maka kedudukan dengan kuasa tertinggi dalam pemerintahan dipegang oleh kepala kerajaan yaitu Prabu atau raja. Segala hal yang berkaitan dengan pengambilan keputusan dan penentuan sebuah aturan dilakukan dan disetujui oleh Raja sebagai bagian tertinggi dalam unsur kerajaan berlangsung. Pengaturan lini kehidupan rakyat ditangani oleh orang-orang yang ada dalam daftar tugas kerajaan seperti kepala daerah dan lain sebagainya. Sedangkan rakyat bertugas menjalankan aktivitasnya untuk mendukung segala kebijakan yang telah dibuat oleh Raja dan juga jajarannya. Sehingga timbulah sebuah keseimbangan dan keselarasan di antara keduanya. Silsilah Raja-raja Kerajaan Pajajaran 1. Raja Sri Baduga Maharaja Menepati kekuasaan pertama yang ada di Kerajaan Pajajaran yaitu pada sekitar tahun 1482 hingga akhir jabatannya yaitu 1521. Menjadi pendiri dengan Pakuan sebagai Ibu Kotanya, saat ini Bogor. Dikenal dengan nama lain Prabu Siliwangi dan berhasil memperluas wilayah kekuasaan. 2. Raja Surawisesa Menjabat pada tahun 1521 hingga akhir 1535, menggantikan Prabu Siliwangi sebagai penerus kedua. Namun sayangnya tidak ada prestasi yang banyak dilakukan, bahkan terbilang stagnan. Akan tetapi juga tidak menyebabkan kemunduran atas kekuasaan sebelumnya. 3. Ratu Dewata Ratu Dewata memimpin selama kurun waktu 8 tahun berjalan dari 1535 hingga dengan 1543. Pada masanya banyak sekali terjadi kekacauan, karena ketidakcakapannya. Sehingga masa jabatannya tidak lebih lama dari pemimpin sebelumnya. Bahkan dikatakan dalam kekacauan yang terjadi, beliau memutuskan menanggalkan jabatannya dan menjadi pendeta. 4. Ratu Sakti Kepemimpinan dari Ratu Sakti juga tidak lebih baik dari pemimpin sebelumnya. Pasalnya tidak ada prestasi yang dibuatnya selama menjabat. Sehingga masa kekuasaannya juga pendek seperti Ratu Dewata, hanya berjalan 8 tahun saja dari 1543 sampai 1551. Selain tidak menunjukkan kemajuan dalam usaha pemerintahannya, sifatnya yang boros juga sangat tidak disukai rakyat. 5. Ratu Milakendra Saat Ratu Milakendra menjabat dan menduduki posisi puncak dari pemerintahan kerajaan, maka awal keruntuhan juga dimulai. Menjabat pada tahun 1551 hingga 1567, menjadi satu titik awal keruntuhan yang terjadi. Bahkan ketika terjadi penyerangan oleh Hassanuddin dari kerajaan Banten, Ratu Milakendra justru melarikan diri dan tidak mempertahankan kekuasaannya. 6. Raga Mula Raja terakhir Kerajaan Pajajaran adalah Raga Mula memiliki perangai dan gaya kepemimpinan tidak jauh berbeda dari raja sebelumnya. Sifatnya yang tidak baik dan tidak cakap dalam memimpin banyak membuat kemunduran. Berkuasa selama 12 tahun dari 1567 hingga 1579, namun tidak lagi di Pakuan melainkan berpindah di daerah Pandeglang. Masa Kejayaan Kerajaan Pajajaran Sejarah yang mencatat tentang cerita masa kerajaan menyebutkan bahwa Kerajaan Pajajaran mencapai masa kejayaannya pada masa pemerintahan Sri Baduga Maharaja. Banyak sekali dilakukan pembangunan fisik agar dengan tujuan memudahkan kehidupan dari rakyatnya. Segala fasilitas umum yang digunakan untuk membantu kegiatan warganya dibangun dengan baik. Jalanan ibu kota yang menghubungkan antara Pakuan dengan Wanagiri dibangunnya. Kemudian sebuah telaga maharena Wijaya juga dibuatnya untuk menunjukkan kebesarannya. Pembangunan lain juga dikerjakan seperti kepuntren dan yang lainnya. Selain perbaikan infrastruktur, usaha untuk membangun pertahanan yang kuat juga turut dikerjakannya. Mulai dari memperkuat angkatan militer dan beberapa aturan yang berhubungan dengan pajak dan upeti. hal ini dilakukan untuk mengantisipasi tidak terulang kembali kesalahan di masa sebelumnya. Dimana dalam sejarah tercatat terdapat sebuah peristiwa yang melemahkan kerajaan yaitu Bubat. Pada masa Pemerintahan ini, Kerajaan Pajajaran benar-benar mendapatkan kejayaannya. Kesewenang-wenangan, dan hal-hal yang merugikan masyarakat dibasmi. Sehingga kehidupan di bawah naungan kekuasaannya benar-benar tenang dan tidak menyulitkan warganya. Editor terkait Sejarah Kerajaan Kahuripan Sejarah Kerajaan Kota Kapur Sejarah Kerajaan Pagaruyung Penyebab Runtuhnya Kerajaan Pajajaran 1. Gempuran Hassanuddin dari Kerajaan Banten Runtuhnya Kerajaan Pajajaran di awali dengan adanya serangan dari Kesultanan Banten. Pada masa itu, Islam masuk sebagai satu ajaran baru di tengah berkembangnya paham Hindu dan Budha di tanah Jawa. Pada tahun 1579 dilakukan serangan besar untuk meruntuhkan pemerintahan yang sedang berlangsung. Kekalahannya ditandai dengan dirampasnya batu penobatan bernama palangka Sriman Sriwacana. 2. Perebutan Batu Penobatan oleh Maulana Yusuf Pasukan kesultanan Banten pada masa itu dipimpin oleh panglima perang Maulana Yusuf. Mulai dari Keraton Surosowan hingga dengan Pakuan Padjajaran berhasil dikuasainya. Batu penobatan yang dirampas sebelumnya kemudian dibawa ke daerah Banten sebagai bentuk kemenangannya. Upaya tersebut dilakukan dengan landasan, bahwa tidak akan bisa lagi melakukan penobatan karena tradisi politiknya. Prasasti dan Bukti Peninggalan Kerajaan Pajajaran 1. Prasasti Pasir Datar Peninggalan ini ditemukan sekitar tahun 1872 di daerah Cisande, Pasir Datar. Ditempatkan di Museum Nasional Jakarta sebagai koleksi barang bersejarah negara. Bisa dikunjungi dan dilihat dalam bentuk fisik yang utuh. 2. Prasasti Ulubelu Ditemukan di Ulubelu, Lampung, pada sekitar tahun 1936. Saat ini telah disimpan pada Museum Nasional. Berisi mantra Dewa Wisnu, Brahma dan juga Siwa, yang ada dalam kepercayaan Hindu. 3. Kompleks Makom Keramat Peninggalan dari Kerajaan Pajajaran di dalamnya terdapat sebuah makam Ratu Galuh Mangkualam. Disinyalir adalah istri kedua Sri Baduga Maharaja atau Prabu Siliwangi, Letaknya ada pada Kebun Raya Bogor. Usianya dikatakan telah mencapai sekitar 600 tahun. Terdapat sebuah replika emas serta sebuah mahkota semen, sebagai simbol status kedudukannya.
Kerajaan Pajajaran atau Kerajaan Sunda merupakan Kerajaan Hindu yang terletak di Parahyangan Sunda, Pakuan berasal dari kata Pakuwuan yang mengartikan sebuah kota. Di masa-nya, para masyarakat Asia Tenggara terbiasa untuk menyebut sebuah kerajaan dengan nama ibukota dan dari beberapa catatan yang ditemukan, Kerajaan Pajajaran dibangun pada tahun 923 oleh Sri Jayabhupati seperti yang ada pada sebuah prasasti Sanghyang Tapak [1030 M] berlokasi di Kampung Pangcalikan dan juga Bantarmuncang, tepi Sungai Citatih, Cibadak, Sukabumi. Baca Juga Candi Peninggalan Agama Hindu dan Sejarah Gunung Kerajaan PajajaranDari segi geografisnya, Kerajaan Pajajaran ada di Parahyangan Sunda dan Pakuan menjadi ibukota Sunda sudah tercatat oleh Tom Peres tahun 1513 M dalam The Suma Oriantal. Disini tertulis jika ibukota Kerajaan Sunda memiliki sebutan Dayo atau Dayeuh yang membutuhkan waktu dua hari perjalanan dari Kalapa yang sekarang menjadi Jakarta. Sebelum didirikannya Kerajaan Pajajaran, ada beberapa kerajaan yang sudah terlebih dahulu didirikan yakni Kerajaan Tarumanegara, Kerajaan Sunda, Kerajaan Galuh dan juga Kerajaan Kawali. Kerajaan Pajajaran ini tidak bisa dilepaskan dari beberapa Kerajaan tersebut sebab Pajajaran merupakan Kerajaan lanjutan dari beberapa Kerajaan sejarah tertulis jika pada akhir tahun 1400-an, Majapahit kondisinya semakin lemah dan pemberontakan serta perebutan kekuasaan diantara saudara terjadi berulang kali. Saat jatuhnya Prabu Kertabumi [Brawijaya V], para pengungsi dari kerabat Kerajaan Majapahit mengungsi menuju ibukota Kerajaan Galuh yang berada di Kawali, Kuningan, Jawa Barat. Raden Baribin yang merupakan saudara dari Prabu Kertabumi pun di terima dengan tangan terbuka oleh Raja Dewa Niskala serta menikah dengan Ratna Ayu Kirana yang merupakan salah satu putri Raja Dewa juga menikah dengan salah seorang dari keluarga pengungsi rombongan Raden Barinbin tersebut. Raja Susuktunggal yang berasal dari Kerajaan Sunda marah dengan pernikahan Dewa Niskala tersebut. Dewa Niskala dianggap sudah melanggar aturan dan aturan tersebut sudah ada sejak Peristiwa Bubat yang berisi jika orang Sunda-Galuh tidak boleh dan dilarang menikah dengan orang yang berasal dari keturunan Majapahit. Peperangan hampir saja terjadi dari dua raja yang merupakan besan raja ini menjadi besan sebab Jayadewata yang adalah putra dari Raja Dewa Niskala adalah menantu dari Raja Susuktunggal. Peperangan tersebut tidak terjadi lantaran dewan penasehat berhasil mendamaikan kedua raja tersebut dengan keputusan akhir jika kedua Raja tersebut harus turun dari tahta mereka dan mereka berdua menyerahkan tahta mereka pada putra mahkota yang sudah dipilih. Dewa Niskala memilih Jayadewata, anaknya, untuk meneruskan kekuasaan, sementara Prabu Susuktunggal juga memilih orang yang sama sehingga akhirnya Jayadewata mempersatukan kedua kerajaan tersebut. Jayadewata lalu diberi gelar Sri Baduga Maharaja dan mulai memerintah Kerajaan Pajajaran di tahun 1482. Baca Artikel terkait lainnya seperti Sejarah Kerajaan Majapahit, Asal Usul Nusantara, dan Sejarah Kerajaan Kutai Kartanegara Perekonomian Kerajaan PajajaranMasyarakat di jaman Kerajaan Pajajaran hidup dengan bercocok tanam khususnya menggarap ladang yang menghasilkan beras, buah-buahan, sayuran serta lada dan juga mengembangkan di bidang pelayaran serta perdagangan. Kerajaan Pajajaran juga mempunyai 6 pelabuhan penting yakni Sunda Kelapa [Jakarta], Pontang, Tamgara, Pelabuhan Banten, Cigede dan juga Cimanuk [Pamanukan].Kehidupan Sosial Kerajaan PajajaranKehidupan sosial masyarakat di Kerajaan Pajajaran merupakan para seniman seperti penari, pemain gamelan serta badut dan juga golongan petani serta perdagangan. Sementara untuk golongan masyarakat yang tidak baik adalah tukang rampas, copet, perampok dan Budaya Kerajaan PajajaranYang mempengaruhi kehidupan dari sektor budaya Kerajaan Pajajaran adalah agama Hindu serta beberapa peninggalan seperti prasasti, jenis batik, Kitab Cerita Parahyangan dan juga Kitab Sangyang Siskanda. Baca Artikel terkait lainnya Candi Peninggalan Agama Hindu, Sejarah Situs Ratu Boko, Sejarah Kota Surabaya, Pahlawan Nasional Raja Kerajaan PajajaranSri Baduga Maharaja [1482-1521], bertahta di PakuanSurawisesa [1521-1535], bertahta di PakuanRatu Dewata [1535-1543[, bertahta di PakuanRatu Sakti [1543-1551], bertahta di PakuanRatu Nilakendra [1551-1567], pergi dari Pakuan sebab serangan Maulana HasanuddinRaga Mula / Prabu Surya Kencana [1567-1579], bertahta di PandegelangPuncak Kejayaan Kerajaan PajajaranDi masa pemerintahan Sri Baduga Maharaja, Kerajaan Pajajaran mencapai masa kejayaannya dan ini menjadi alasan yang sering dikatakan masyarakat Jawa Barat jika Sri Baduga atau Siliwangi merupakan seorang raja yang tidak pernah purna dan selalu hidup abadi di hati serta pikiran para masyarakat Jawa Barat. Maharaja tersebut membangun sebuah karya besar yakni talaga dengan ukuran besar bernama Maharena Wijaya serta membuat jalan untuk menuju ke Ibukota Pakuan serta Wanagiri. Ia juga memperkuat pertahanan ibukota serta memberikan Desa Perdikan untuk semua pendeta beserta pengikutnya sehingga bisa menyemangati kegiatan beragama dan dijadikan penuntun kehidupan para Maharaja juga kemudian membangun Kabinihajian atau kaputren, kesatriaan atau asrama prajurit, menambah kekuatan angkatan perang, mengatur untuk pemungutan upeti dari para raja dibawahnya dan juga menyusun undang-undang kerajaan. Pembangunan juga bisa dilihat dalam prasasti Kabantenan dan juga Batutulis yang mengisahkan Juru Pantun dan juga penulis Babad yang masih bisa dilihat hingga sekarang, sementara sebagian lagi sudah hilang. Kedua prasasti dan juga Cerita Pantun serta kisah Babad tersebut diketahui jika Sri Baduga sudah memberi pertintah untuk membuat wilayah perdikan, membuat Talaga Maharena Wijaya, memperkuat ibukota, membuat pagelaran, membuat kabinihajian, membuat kesatriaan, membuat pamington, memperkuat angkatan perang dan juga mengatur upeti untuk para raja yang berada di bawahnya. Baca Artikel terkait lainnya Sejarah Kerajaan Islam di Indonesia, Sejarah Minangkabau, Sejarah Islam di Indonesia, Sejarah Timor Kerajaan PajajaranKerajaan Pajajaran akhirnya hancur di tahun 1579 karena serangan Kerajaan Sunda lain yakni Kesultanan Banten. Kerajaan Pajajaran berakhir dengan dibawanya Palangka Sriman Sriwacana dari Pakuan Pajajaran menuju Keraton Surosowan yang berada di Banten oleh pasukan Maulana Yusuf. Batu sebesar 200 x 160 x 20 cm tersebut dibawa menuju Banten sebab tradisi politik membuat Pakuan Pajajaran tidak bisa menobatkan Raja yang baru dan menjadi pertanda jika Maulana Yusuf merupakan penerus dari Kerajaan Sunda yang sah sebab buyut perempuannya adalah Putri Sri Baduga Maharaja. Palangka Sriman Sriwacana ini bisa dilihat di depan bekas Keraton Surosowan di daerah Banten dan masyarakat Banten menyebutnya dengan Watu Gilang yang berarti mengkilap dan memiliki arti yang sama dengan terjadi persekutuan dari Kesultanan Demak dan juga Cirebon, ajaran agama Islam mulai memasuki Parahyangan dan menimbulkan keresahan untuk Jaya Dewata dan kemudian ia membatasi pedagang muslim yang masuk di Pelabuhan kerajaan Sunda supaya pengaruh Islam terhadap pribumi bisa diperkecil. Akan tetapi nyatanya pengaruh agama Islam jauh lebih kuat dan Pajajaran akhirnya memutuskan untuk berkoalisi dengan Portugis agar bisa mengimbangi Kesultanan Demak dan juga Cirebon. Pajajaran lalu memberikan kesempatan untuk perdagangan bebas di pelabuhan Kerajaan Pajajaran dengan imbalan berupa bantuan militer jika Kesultanan Demak dan Cirebon menyerang Pajajaran. Kekuasaan dari Pajajaran akhirnya jatuh ke Kesultanan Banten di tahun 1524 dan pasukan Demak yang bergabung dengan Cirebon mendarat di Banten dan ajaran Islam yang dibawa para pendatang pun menarik perhatian dari masyarakat sampai ke pedalaman Wahenten Gunung Jati memberikan petunjuk untuk anaknya yakni Maulana Hasanuddin agar membangun sebuah pusat pemerintahan di daerah Wahanen Girang serta membangun kota di pesisir sehingga akhirnya terbentuk Kerajaan Banten. Tahun 1570, Maulana Yusuf naik tahta dan menjadi raja Banten menggantikan sang ayah yakni Maulana Hasanuddin. Ia meneruskan ekspansi menuju pedalaman Sunda serta akhirnya berhasil mengalahkan Pakuan Pajajaran. Tahun 1527, pelabuhan Sunda Kelapa juga jatuh ke pasukan Islam yang membuat Pajajaran dan Portugis menjadi terputus sehingga Kerajaan Pajajaran semakin Prabu Ratu Dewata yang memerintah dari tahun 1535 sampai dengan 1543 juga tidak menjalankan pemerintahan dengan baik dan lebih mengutamakan menjadi pendeta yang menyebabkan rakyat menjadi terabaikan. Sedangkan penerusnya yakni Ratu Sakti sangat senang bermain wanita dan Raja Mulya sangat senang menghamburkan harta sambil mabuk yang membuat Kerajaan Pajajaran tidak bisa dipertahankan lagi. Maulanan Yusuf menjadi penerus kekuasaan Sunda yang sah sebab diperkuat juga dengan garis keturunan yang dimilikinya yakni cicit dari Sri Baduga Maharaja, Raja pertama dari Kerajaan Pajajaran. Sesudah berhasil dikalahkan Banten, beberapa punggawa istana pindah dan menetap di Lebak dan hidup di pedalaman sambil terus memakai cara kehidupan mandala yang ketat dan kelompok masyarakat ini masih ada sampai sekarang yang dikenal dengan Suku Baduy. Baca Artikel terkait lainnya Sejarah Candi Kalasan, Sejarah Candi Cetho, Candi Peninggalan Budha, dan Pertempuran Medan Sejarah Kerajaan PajajaranSelain Naskah Babad, Kerajaan Pajajaran juga memiliki beberapa peninggalan lain yang masih bisa kita lihat hingga CikapundungPrasasti Cikapundung ditemukan oleh warga di sekitar Sungai Cikapundung, Bandung pada tanggal 8 Oktober 2010. Dalam Batu Prasasti ini memiliki tulisan Sunda kuno yang menurut perkiraan berasal dari abad ke-14. Tidak hanya terdapat huruf Sunda kuno, pada prasasti tersebut juga terdapat beberapa gambar seperti telapak tangan, wajah, telapak kaki dan juga 2 baris huruf Sunda kuno dengan tulisan ” unggal jagat jalmah hendap” dengan arti semua manusia di dunia ini bisa mengalami sesuatu apapun. Seorang peneliti utama dari Balai Arkeologi Bandung yakni Lufti Yondri berkata jika prasasti tersebut adalah Prasasti HuludayeuhPrasasti Huludayeuh ini ada di bagian tengah sawah di Kampung Huludayeuh, Desa Cikalahang, Kecamatan Sumber sesudah pemekaran Wilayang menjadi Kecamatan Dukupuntang, Cirebon. Prasasti ini sudah sejak lama diketahui oleh masyarakat sekitar akan tetapi untuk para arkeologi dan juga ahli sejarah baru mengetahui keberadaan prasasti tersebut di bulan September 1991. Isi dari prasasti tersebut terdiri dari sebelas baris tulisan beraksa serta bahasa Sunda kuno. Akan tetapi batu prasasti tersebut ditemukan dalam keadaan yang sudah tidak utuh dan membuat beberapa aksara juga ikut hilang. Permukaan batu prasasti tersebut juga sudah agak rusak dan beberapa tulisan sudah aus sehingga beberapa isi dari prasasti tersebut tidak bisa terbaca. Secara garis besar, prasasti ini menceritakan tentang Sri Maharaja Ratu Haji di Pakwan Sya Sang Ratu Dewata yang berhubungan dengan beberapa usaha untuk membuat makmur Pasir DatarPrasasti ini ditemukan pada sebuah perkebunan kopi yang terletak di Pasir Datar, Cisande, Sukabumi di tahun 1872 dan sekarang sudah disimpan pada Museum Nasional Jakarta. Prasasti ini terbuat dari material batu alah yang masih belum ditranskripsikan hingga saat ini sebab isinya sendiri belum bisa diartikan. Baca Artikel terkait lainnya Sejarah Candi Mendut, Sejarah Kota Semarang, Sejarah Wali Songo, Sejarah Kerajaan Kutai Kertanegara Perjanjian Sunda PortugisPrasasti Perjanjian Sunda Portugis merupakan prasasti dengan bentuk tugu batu yang berhasil ditemukan tahun 1918 di Jakarta. Prasasti ini menjadi tanda dari perjanjian Kerajaan Sunda dengan Kerajaan Portugis yang dibuat oleh utusan dagang Kerajaan Portugis dari Malaka dan di pimpin Enrique Leme yang membawa beberapa barang untuk diberikan pada Raja Samian [Sanghyang] yakni Sang Hyang Surawisesa seorang pangeran yang menjadi pimpinan utusan Raja ini dibangun diatas permukaan tanah yang juga ditunjuk sebagai tempat benteng dan gudang orang Portugis. Prasasti ini ditemukan dengan cara melakukan penggalian saat membangun sebuah gudang di bagian sudut Prinsenstraat yang sekarang menjadi jalan cengkeh dan juga Groenestraat yang sekarang menjadi jalan Kali Besar Timur I dan sudah termasuk ke dalam wilayah Jakarta Barat. Sedangkan untuk replikanya sudah dipamerkan pada Museum Sejarah UlubeluPrasasti ini merupakan peninggalan Kerajaan Sunda atau Pajajaran dari abad ke-15 M yang berhasil ditemukan di Ulubelu, Desa Rebangpunggung, Kotaagung, Lampung tahun 1936. Walau ditemukan di Lampung, Sumatera Selatan, akan tetapi para sejarawan menduga jika aksara yang dipergunakan pada prasasti ini merupakan aksara Sunda kuno yang merupakan peninggalan dari Kerajaan Pajajaran tersebut. Anggapan ini juga dipekruat dengan wilayah dari Kerajaan Sunda yang juga meliputi wilayah Lampung. Sesudah kerajaan Pajajaran runtuh oleh Kesultanan Banten, kekuasaan Sumatera Selatan tersebut dilanjutkan Kesultanan Banten. Isi dari prasasti ini adalah mantra tentang permohonan pertolongan yang ditujukan pada para Dewa utama yakni Batara Guru [Siwa], Wisnu dan juga Brahma serta Dewa penguasa tanah, air dan juga pohon supaya keselamatan dari segala musuh bisa KarangkamulyanSitus ini ada di Desa Karangkamulyan, Ciamis, Jawa Barat yang merupakan peninggalan dari Kerajaan Galuh Hindu Buddha. Situs Karangkamulyan ini menceritakan tentang Ciung Wanara berkaitan dengan Kerajaan Galuh. Cerita ini kental dengan kisah pahlawan hebat yang mempunyai kesaktian serta keperkasaan yang tidak dimiliki oleh orang biasa dan hanya dimiliki oleh Ciung Wanara. Dalam area sekitar 25 Ha tersebut tersimpan berbagai benda mengandung sejarah mengenai Kerajaan Galuh yang kebanyakan berupa tersebut tersebar dengan berbagai bentuk dan beberapa batu yang ada di dalam bangunan strukturnya terbuat dari tumpukan batu dengan bentuk yang hampir serupa dan bangunan mempunyai sebuah pintu yang membuatnya tampak seperti sebuah kamar. Batu-batu tersebut mempunyai nama dan kisah yang berbeda-beda. Nama-nama tersebut diberikan oleh masyarakat sekitar yang diperoleh dengan cara menghubungkan kisah Kerajaan Galuh seperti pangcalikan atau tempat duduk, tempat melahirkan, lambang peribadatan, cikahuripan dan juga tempat Kebon Kopi IIPrasasti yang memiliki nama lain Prasasti Pasir Muara merupakan peninggalan dari Kerajaan Sunda Galuh yang ditemukan tidak jauh dari Prasasti Kebon Kopi I yang adalah peninggalan dari Kerajaan Tarumanegara. Namun prasasti ini hilang karena dicuri pada sekitar tahun 1940-an. Seorang pakar bernama Bosch pernah mempelajari prasasti tersebut dan menuliskan jika dalam prasasti terdapat tulisan bahasa Melayu kuno yang menceritakan tentang seorang Raja Sunda menduduki tahtanya kembali dan menafsirkan angka tahun kejadian bertarikh 932 Masehi. Prasasti ini ditemukan di Kampung Pasir Muara, Desa Ciaruteun Ilir, Cibungbulang, Bogor, Kabupaten Bogor, Jawa Barat abad ke-19 saat tengah dilaksanakan penebangan hutan untuk dibuat lahan kebun kopi dan prasasti ini ada di sekitar 1 km dari batu prasasti Kebonkopi I yakni Prasasti Tapak Gajah. Baca Artikel terkait lainnya Masa Penjajahan Belanda di Indonesia, Sejarah Runtuhnya Bani Ummayah, Sejarah Candi Gedong Songo, Sejarah Kerajaan BatutulisPrasasti Batutulis diteliti tahun 1806 yakni dengan pembuatan cetakan tangan Universitas Leiden di Belanda. Pembacaan pertama dilakukan oleh Friederich pada tahun 1853 dan hingga tahun 1921 sudah terhitung 4 orang ahli yang juga meneliti isi dari Prasasti Batutulis tersebut, akan tetapi Cornelis Marinus Pleyte menjadi satu-satunya orang yang lebih mengulas tentang lokasi dari Pakuan, sedangkan peneliti lain lebih fokus dalam megnartikan isi dari Prasasti. Penelitian dari Pleyte itu dipublikasikan pada tahun 1911 dan di dalam tulisannya yakni Het Jaartal op en Batoe-Toelis nabij Buitenzorg dan jika diartikan menjadi angkat tahun pada Batutulis dekat memberi penjelasan [Waar alle legenden, zoowel als de meer geloofwaardige historische berichten, het huidige dorpje Batoe-Toelis, als plaats waar eenmal Padjadjaran’s koningsburcht stond, aanwijzen, kwam het er aleen nog op aan. Naar eenige preciseering in deze te trachten”] yang berarti Dalam legenda dan juga berita sejarah yang lebih dipercaya, Kampung Batutulis menjadi tempat Puri Kerajaan Pajajaran dan masalah yang ditimbulkan hanya dengan menelusuri letak yang benar. Pleyte mengatakan puri indentik dengan kota Kerajaan dan kadatuan Sri Bima Narayana Madura Suradipati dengan Pakuan adalah kota. Babad Pajajaran menggambarkan jika Pakuan dibagi menjadi Dalem Kitha [Jero Kuta] dan juga Jawi Kitha [Luar Kuta] yang berarti kota dalam dan kota juga menemukan benteng tanah di Jero Kuta yang sekarang berada doarah Sukasari pertemuan Jalan Siliwangi dengan Jalan Batutulis dan letak Keraton diduga berada di sekitar Batutulis. Laporan yang diberikan oleh Adolf Winkler tahun 1690 disebutkan jika di Batutulis, ia menemukan lantai berbatu yang tersusun sangat rapi dan dengan penjelasan orang yang mengantarnya, itulah letak dari Istana Kerajaan yang diukur dari lantai sampai kearah paseban tua ditemukan 7 pohon beringin, akan tetapi lokasi pastinya masih menjadi sebuah misteri hingga Raja Pajajaran pindah menuju Pakuan, pemerintahan di Galuh Kawali dipimpin Prabu Ningratwangi dengan masa pemerintahan dari tahun 1428 sampai 1501 mewakili sang kakak Sri Baduga Maharaja. Sesudah itu pemerintahan Galuh dipimpin Prabu Jayaningrat periode 1501 sampai dengan 1528 dan ia merupakan Ratu Galuh terakhir sebelum Kerajaan runtuh dan ditaklukan oleh Kesultanan Cirebon. Demikian ulasan lengkap tentang Sejarah Kerajaan Pajajaran lengkap yang bisa kami berikan, semoga bisa menambah informasi seputar sejarah khususnya kerajaan di tanah air.
Menurut Carita Parahyangan, kerajaan Sunda didirikan oleh Tarusbawa pada tahun 669 591 saka. Sebelum berdiri sebagai kerajaan yang mandiri, Sunda merupakan bawahan Kerajaan Tarumanagara. Raja Tarumanagara yang terakhir Sri Maharaja Linggawarman tahun 666-669, memiliki dua anak, semuanya perempuan. Dewi Manasih putri sulungnya menikah dengan Tarusbawa dari Sunda, sedangkan yang kedua Sobakancana Daputa Hyang Sri Janayasa, pendiri Kerajaan Sriwijaya. Setelah Linggawarman meninggal, kekuasaan Tarumanagara turun kepada menantunya, Tarusbawa. Hal ini menyebabkan penguasa Galuh, juga bawahan kerajaan Tarumanagara, bernama Wretikandayun 612-702 memberontak, melepaskan diri dari Tarumanagara serta mendirikan Kerajaan Galuh yang mendiri. Tarusbawa memindahkan kekuasaannya ke Sunda, di hulu sungai Cipakancilan, tempat dimana sungai Ciliwung dan Cisadane berdekatan dan berjajar, sedangkan Tarumanagara menjadi kerajaan bawahannya. Batas antara Sunda dan Galuh ini adalah sungai Citarum Sunda disebelah Barat, Galuh disebelah Timur. Pada masa pemerintahan Sana raja ketiga Galuh, saudara seibu Sana yang bernama Purbasora melakukan kudeta, Sana meminta bantuan Tarusbawa. Atas bantuan Tarusbawa, Sanjaya berhasil merebut kembali tahta di Galuh. Hubungan baik ini berlanjut menjadi hubungan kekeluargaan, putra Sana, Sanjaya menikahi putri Tarusbawa. Sepeninggal Tarusbawa, Sanjaya menyatukan kembali kerajaan Sunda dan Galuh. Ketika ia kembali ke Mataram untuk meneruskan tahta ibunya Sanaha, Sanjaya menyerahkan Sunda dan Galuh kepada seorang putranya. Dalam prasasti Sang Hyang Tapak yang ditemukan di daerah Cibadak, Sukabumi, Jawa Barat berangka tahun 1030 M yang menggunakan bahasa Jawa Kuno dan huruf Kawi, disebutkan seorang raja bernama Maharaja Sri Jayabhupati dan berkuasa di Prahajyan Sunda atau sebutan lain dari kerajaan Sunda/Pajajaran, bukan sebuah kerajaan sendiri. Prasasti ini menyebutkan adanya pemujaan terhadap tapak kaki. Terlihat juga bahwa Raja Jayabhupati memeluk agama Hindu aliran Siwa. Hal ini jelas ditunjukan oleh gelarnya yaitu Wisnumurti. Raja Jayabhupati digantikan oleh Rahyang Niskala Wastukencana, dan kemudian baru disebut-sebut nama Raja Sri Baduga Maharaja, yang dalam kitab Pararaton diceritakan terlibat dalam perang Bubat denga kerajaan majapahit pada tahun 1357. Raja Pajajaran berikutnya adalah Prabu Ratu Dewata memerintah 1535 – 1543. Pada masa pemerintahannya terjadi serangan dari Banten kerajaan bawahan Sunda yang telah bercorak Islam, si bawah pimpinan Maulana Hassanudin. Serangan berikutnya masih dari Kerajaan Banten, kali ini dipimpin oleh Maulana Yusuf, pada tahun 1579. Serangan ini mengakhiri riwayat kerajaan Sunda pajajaran, yang disimbolkan dengan diboyongnya Palangka Sriman Sriwacana singgasana raja dari Pakuan Pajajaran ke Keraton Surosowan di banten oleh pasukan Maulana Yusuf. Batu berukuran 200x160x20 cm itu diboyong karena tradisi politik agar di Pajajaran tidak dimungkinkan lagi penobatan raja baru, serta menandakan bahwa Maulana Yusuf adalah penerus kekuasaan Sunda yang sah buyut perempuannya adalah putri Sri Baduga Maharaja, raja Sunda. Singgasan tersebut saat ini bisa kita jumpai di depan bekas keraton Surosowan di Banten. Masyarakat Banten menyebutnya Watu Gilang, yang berarti mengkilap atau berseri. Konon, saat ditaklukn Banten sejumlah Punggawa kerajaan Pajajaran meninggalkan Istana dan menetap di daerah menerapkan tata cara kehidupan Mandala yang ketat, dan sekarang mereka dikenal sebagai orang baduy mereka menyebut dirinya urang kanekes atau orang kanekes. Meski demikian, kebenaran asal muasal orang baduy sebagai bekas punggawa istana Pajajaran masih menjadi kontroversi. sumber ratna hapsari m adil. sejarah indonesia SMA/MA kelas X. ERLANGGA